6.17.2011

Hakikat Bahasa, Mantra, dan Tanggung Jawab

(Tanggapan atas buku Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri)
Mahmud Jauhari Ali
sastra-indonesia.com

Apakah yang terbayang di benak Anda ketika membaca judul saya di atas? Wujud bahasakah? Dukun yang sedang membaca mantra? Seorang lelaki yang sedang menunaikan tanggung jawabnya? Atau apa?

PAKAIAN BAHASA

Muhammad Rain
http://sastra-indonesia.com/

Di antara banyaknya pengguna kata dalam dunia sastra puisi, pakaian kata tentu berganti-ganti dipakai oleh penyairnya. Tuntutan adanya variasi akibat keseringan menggunakan kata yang sama disokong oleh pengaruh yang ingin menjembatani penulis puisi (penyair kata-kata) agar bahasa yang diramunya dapat terus terasa segar saat dibaca. Harapan puisi dapat mengalir seiring berkembangnya mode kata-kata selalu ada di setiap even penulisan. Dekade setelah reformasi, lemari kata-kata makin ramai dipenuhi oleh rujukan modernitas pengucapan. Bahasa (kata) yang biasa disusun ulang itu selanjutnya mempertemukan kemungkinan-kemungkinan pemaknaan baru, pola susunan putar-balik, transendent dan revision dari kedua sisi yang melingkupinya, baik secara ejaan maupun semantiknya.

6.14.2011

Nurel Javissyarqi: Waktu di Sayap Malaikat

Asarpin
http://sastra-indonesia.com/

Seperti jiwa manusia aku tak terikat
Pada lambang-lambang bilangan-
Aku tak terikat pada masa dan keluasan
Pada pergantian dan tahun kabisat
–Muhammad Iqbal, Nyanyian Waktu

Pada suatu hari seorang Pendeta Agung singgah di sebuah majelis pumpun sambil mengajukan teka-teki kepada hadirin: “Apakah di antara yang ada di dunia ini yang paling panjang namun sekaligus juga paling pendek, paling cepat namun paling lambat, paling terbagi-bagi tapi paling luas, paling disepelekan tapi paling disesalkan. Tanpa hal tersebut, tak satu pun bisa dilakukan. Dia melahap segala sesuatu yang kecil, tapi mengabadikan yang besar”.

6.12.2011

Mengenal Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri

Judul: Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Penulis: Nurel Javissyarqi
Penerbit: Pustaka Pujangga
Terbit: Mei 2011
Tebal: 100 halaman
Harga: Rp. 19.000,-
Peresensi: Heri Listianto
tunaspustaka.blogspot.com

6.08.2011

Sajak Imron Tohari

Dalam Pencarian Tuhan

Biar matahari hanya untuk siang
Bukan berarti dia tiada kala malam
Kecuali ianya meringkuk di sebalik awan langit

Biar bulan hanya untuk malam
Bukan berarti dia tiada kala siang
Kecuali ianya meringkuk di sebalik awan langit

Puisi Raudal Tanjung Banua

TANAH TAMBAK
untuk sahabat Nurel

Hamparan tanah dan air segala tampak:
Gubuk-gubuk ngantuk dengan dermaga kayu
menunggu perahu yang tidak selalu tiba.
Turbin mesin berputar sepanjang waktu
tapi bukan kincir angin menghiburmu.

Sutardji Vs Nurel J

Tosa Poetra

Jangankan dalam kehidupan dalam dunia karya tulis, segala sesuatu memang syarat dengan kontroversi, setuju dan tidak setuju merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi, pro dan kontra lazim terjadi yang mana apapun pendapat itu hendaknya dihargai agar dapat menjadi tambahan kekayaan ilmu pengetahuan dan wawasan agar dapat menjadi semakin baik, bukannya menjadi bahan perseteruan abadi.

MEMBACA NUREL JAVISSYARQI

Muhammad Rain
sastra-indonesia.com

Membicarakan kesusastraan sepertinya semua penulis puisi akan suka dan tertarik, nyaris tanpa embel-embel ngarep. Ngarep nama-namanya disebut dalam kupasan selentingan bidang sastra itu. Termasuk pula sahabat baruku Si Nurel ini, saya pikir beliau tak ada sedikitpun niat ngarep disebut-sebut namanya dari mulut kata Muhrain. "Si" yang saya maksud sebab saya merasa sok akrab saja, begitu.

Surat balasan untuk Dimas Arika Mihardja

Nurel Javissyarqi

Sebelum balasan surat ini merambat jauh, maafkan “saudaraku” Dimas Arika Mihardja (DAM) jikalau alunanya terlalu subyektif nantinya, tersebab dalam hal ini aku mengandalkan daya ingat serta semacam men-gayal masa lalu (mengingat yang terlewat), bukan ber-hayal yang bermakna lencungan ke masa depan atau angan-angan.

MANTRA KAMASASTRA [SURAT SASTRA BUAT NUREL JAVISSYARQI]

Dimas Arika Mihardja

Sahabatku yang hebat,
Hari ini, Rabu 12 Mei 2011, tepat pukul 10.45 telah kuterima sepucuk surat-esai yang terbagi dalam VII bagian, lengkap dengan “Mulanya”, “Akhirnya”, dan “Lampiran” dua esai Sutardji Calzoum Bahcri. Telah tandas dan tuntas kubaca sepucuk surat darimu, pengelana dari bencah tanah Jawa (Lamongan) yang sekian lama tergoda oleh retorika bangsa Melayu yang santun dan pintar membuat orang lain senang.

6.01.2011

NUREL JAVISSYARQI MENGGUGAT SUTARDJI *)

Chamim Kohari **)
sastra-indonesia.com

”Penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang dungu.
Tidakkah kau lihat mereka menenggelamkan diri dalam sembarang lembah hayalan dan kata,
dan mereka suka mengujarkan apa yang tak mereka kerjakan kecuali mereka yang beriman,
beramal baik, banyak mengingat dan menyebut Allah dan melakukan pembelaan ketika dizalimi”.

(Terjemahan QS. Asysyu’araa: 224-227)

Membaca Nurel, Membaca Sutardji *

Fanani Rahman
sastra-indonesia.com

“ akulah Jala Suta, memberontak
adalah siasatku menghormati nenek moyang.”

Kutipan di atas adalah penggalan dari larik terakhir puisi panjang Nurel Javissyarqi, Balada Jala Suta, yang ditulisnya lebih 10 tahun lampau, dalam kembara kreatifnya di Yogyakarta. Dari larik puisi itu pula saya mencoba silaturahmi “mengenal” proses kreatifnya, sebab akan terkesan sok akrab kalau saya mengistilahkan “menyelami” atau “mengupas” atau istilah lain — yang malah kurang nyaman.

PIJAR KATA NUREL DI TENGAH ALUN ZAMAN

KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://pustakapujangga.com/?p=641

“Cinta sangat menentukan kelanjutan proses penyebab atau proses kehidupan subyek. Sebab ketika berada di titik koordinat, kita jelas mendapati karakter diri sebenarnya atau dengan titik seimbang, cermin diri sanggup merasakan getaran kesungguhan dari sang maha Penyebab Cahaya Ilahi: Apakah kita gemetar atau semakin asyik oleh kesejukan Cahaya. Sebelum sampai ke suatu akhir bernama akibat (mati, timbangan pahala)” dikutip dari buku Kajian Budaya Semi (buku pertama Trilogi Kesadaran), bagian Kajian Sebab atas Subyek, Nurel Javissyarqi. Di situ penulis muda, merupakan intan pemikiran dan mutiara-penggagas keadilan ruh dari Lamongan, bicara tentang pemaknaan hayati.

BERKACA MENULIS DARI NUREL

Sutejo

Nama Nurel Javissyarqi memang belum seagung penulis Indonesia lainnya. Tetapi misteri perjalanan kepenulisan adalah etos nabi yang alir penuh jiwa berkorban, total, dan –nyaris—tanpa pamrih balas. Sebuah pemberontakkan pemikiran sering dilemparkan. Tradisi dibalikkan. Pilihan dilakukan, termasuk untuk memberikan pelajaran kepada orang tuanya. Penting dicatat, karena orang tuanya adalah guru konvensional yang terus alirkan kerapian, ketaatan, dan keberaturan lain. Hal ini dilakukan juga untuk mengatur Nurel dalam menentukan perguruan tinggi di mana jendela masa depan harapannya dapat diwujudkan. Tetapi jiwa berontak Nurel memilih untuk tidak selesaikan skripsi di jurusan ekonomi.

MEMBACA DUNIA NUREL *

Marhalim Zaini **

Ada logika-logika aneh dan asing, ada sentakan pemberontakan yang ajaib, ada teriakan-teriakan keras dan dalam, ada hasrat untuk membangun dunia sendiri. Ada lompatan-lompatan makna dalam bahasa yang berguling-guling, ada jerit dari jerih kata yang diperas berulang-ulang, ada laut yang saling berbalik arah debur ombaknya.”

KADO PENGHAMPIRAN SASTRA YANG “MEMBUMI”*

Suryanto Sastroatmodjo
http://pustakapujangga.com/?p=638

Lebih kurang 15 warsa silam, Pamusuk Erneste (dalam buku “pengadilan puisi” penerbit Gunung Agung Jakarta, 1986), menggambarkan bagaimana jauhnya bila jagad sastra (inklusif kepenyairan didominasi sejumlah nama, yang ingin bertahan sebagai idola, dan bukan sebagai creator), hingga publik sastra kecewa. Ia menyebut tentang Subagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohamad dan WS. Rendra di tahun-tahun 70-an (setelah menikmati kemasyhuran hampir 25 tahun lebih, sementara kader-kadernya makin meredup masa itu), sehingga timbul sekelompok penyair muda yang merasa harus bertindak untuk mengembalikan dunia sastra di sudut penglihatan netral dan imbang, selaras dengan rising demans (tuntutan semakin meningkat).

Mazhab Sastra Facebookiyah

Fahrudin Nasrulloh**
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

Sarang teknologi telah pecah. Menyebar ke pedalaman renik manusia. Buku, tradisi membaca, dan perjalanan kepengarangan telah dipadatkan jadi arca di kamar facebook. Kemanakah gelombang kesusastraan dan kepengarangan kita sekarang, ketika tentakel teknologi dan gerak perubahan berada di tubir ketidakpastian?

Waktu di Sayap Malaikat

Asarpin
http://www.lampungpost.com/

Dari sekian banyak penyair yang menulis tentang waktu, hanya sedikit sajak yang sungguh-sungguh menghadirkan pergulatan tentang waktu.

KALAU Voltaire membayangkan waktu sebagai ukuran keabadian, sesuatu yang panjang, saya hendak menegaskan di sini: waktu dapat dijadikan bahan tes bagi autentisitas seseorang. Kalau dia penyair, keautentikan dirinya sebagai penyair akan terlihat ketika ia menggarap soal waktu. Autentik atau tidak puisi yang dihasilkannya, juga dapat dilihat dan dirasakan oleh pembaca ketika ia membicarakan soal waktu.

Persoalan Seni Fiksi dan Seni Fakta

Hudan Hidayat
Republika 10 Feb 2008

Mengkritisi tradisi sastra Indonesia terkini yang ditandai kecenderungan menguatnya politik sastra, penyair Ahmadun meminta kita berdialog kembali kepada teks. Sehingga, yang akan terjadi bukanlah “inilah saya”, tapi ”inilah karya saya.”

Opini penyair Sembahyang Rumputan itu nampak mengandung perbedaan yang tegas. Tapi, kalau kita pikirkan lagi, “inilah saya” dan “inilah karya saya” adalah hal yang niscaya. Karena “saya” berada di dalam “karya saya”. Dan saya yang sedang melakukan politik sastra atau politik tekstual sastra, bisa terjadi, atau tak bisa dilepaskan, dari “inilah karya saya”. Atau “inilah karya saya” bisa terjadi, atau tak bisa dilepaskan, dari “inilah saya”.

Syarah Kitab Para Malaikat

Untuk Sebuah nama: Sonia Scientia Sacra
Robin Al Kautsar

Pengantar dalam Menjelajahi Kitab Para Malaikat

Hasnan Bachtiar
Sastra-indonesia.com

Pengantar dalam menjelajahi Kitab Para Malaikat sebagai suatu karya sastra pada umumnya, adalah hendak mengurai apakah suatu teks berpotensi sebagai kebenaran, kendati bukan merupakan teks keagamaan?

Teks merupakan fenomena yang sedemikian kaya dengan ketakterbatasan makna. Hal ini berlaku bagi teks apapun termasuk teks keagamaan yang berdimensi sakralitas (Northrop Frye, The Great Code: the Bible and Literature).

Gerilya Penulis Pemberontak

Fahrudin Nasrulloh
Pontianak Post & http://www.jawapos.com/

SETIAP penulis berdiri genting di kecamuk proses kreatifnya. Karena ia menyadari telah terlempar ke dunia, dirayapi gamang, terhirup waktu, diterbangkan iman. Telanjur sudah ia berlaga di padang kurusetra yang tak habis-habis itu. Sementara manusia lain, yang gentar nerjang nan alpa atas segala, cuma jadi ternak-ternak Tuhan belaka.

SURAT KEPADA GERILYAWAN

Herry Lamongan

Satu hal kau benar: besar nyali. Dengan besar nyali itu rasa percaya diri berbiak. Proses kreatif dibangun. Alhasil, puluhan buah karyamu kau bukukan. Kau seleksi kau edit, selanjutnya kau terbitkan dan pasarkan sendiri. Bila Chairil Anwar memilih sesanti sekali berarti sudah itu mati. Kau tidak. Kau seakan berkejaran dengan usia, berkarya demikian banyak, apa pun: puisi, esei, atau sekadar ujaran, kemudian kau lepas ke ruang publik berkitab-kitab, sejak “Takdir Terlalu Dini” hingga yang sekarang ini “Kitab Para Malaikat”.

Perjalanan Panjang nan Sejenak

Judul Buku : Kitab Para Malaikat
Pengarang : Nurel Javissyarqi
Pengantar : Maman S. Mahayana
Epilog : Herry Lamongan
Jenis Buku : Antologi Puisi Tunggal
Penerbit : PUstaka puJAngga
Tebal Buku : x+130hlm;15,5x23,5cm
Peresensi : Imamuddin SA
http://anggunsasmita.blogspot.com/

Nyanyian Persembahan Malaikat Ruhaniyyun

Judul : Kitab Para Malaikat
Penulis : Nurel javissyarqi
Penerbit : PUstaka puJAngga Lamongan
Cetakan : I, Desember 2007
Tebal : ix + 130 halaman
Peresensi : Liza Wahyuninto *)

LORONG GELAP YANG MENGASYIKKAN

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
http://pustakapujangga.com/2009/10/revision-edition-kitab-para-malaikat-book-of-the-angels/

Hamparan semangat menggelegak. Manakala ia tak dapat ditahan dan pecah, seketika itu pula ekspresinya muncrat berhamburan, bercipratan, menerabas apa pun. Lalu hinggap di berbagai tempat yang dijawilnya sesuka hati. Mungkin sama sekali ia tak bermaksud melakukan tegur-sapa, say hello, atau bahkan juga gugatan. Ia sekadar hendak merepresentasikan gumpalan kegelisahan yang lama bersemayam dan mengeram dalam kerajaan gagasannya. Boleh jadi ia lahir atas kesadaran, bahwa gagasan yang sekian lama dipenjara, bakal berakibat buruk pada denyar pikiran dan denyut batinnya.

Pemantik Kesadaran Revolusioner

Judul Buku : Trilogi Kesadaran
(Kajian Budaya Semi, Anatomi Kesadaran, dan Ras Pemberontak)
Penulis : Nurel Javissyarqi
Penerbit : Pustaka Pujangga
Cetakan : I, Oktober 2006
Tebal : xxx + 490 hlm
Peresensi : A. Qorib Hidayatullah*
http://indonimut.blogspot.com/

Label

A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi Adzka Haniina Al Barri Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Akhmad Taufiq Ali Topan Diantoko Asap Studio Asarpin Awalludin GD Mualif Balada-balada Takdir Terlalu Dini Ballads of Too Early Destiny Berita Berita Utama Catatan Catatan KPM Chamim Kohari Chicilia Risca Christian Zervos Dami N. Toda Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dimas Arika Mihardja Dwi Cipta Dwi Pranoto Eka Budianta Esai Evan Ys Fahrudin Nasrulloh Fanani Rahman Fatah Anshori Fikri MS Gema Erika Nugroho Hadi Napster Hasnan Bachtiar Heri Listianto Herry Lamongan Hudan Hidayat Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Imron Tohari Inspiring Writer Inung AS Iskandar Noe Karya Lukisan: Andry Deblenk Kitab Para Malaikat Komunitas Deo Gratias Kritik Sastra Laksmi Shitaresmi Liza Wahyuninto Lukisan M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Maman S. Mahayana Marhalim Zaini Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mh Zaelani Tammaka Mofik el-abrar Muhammad Rain Muhammad Yasir Noor H. Dee Noval Jubbek Nurel Javissyarqi PDS H.B. Jassin Pengantar antologi puisi tunggal “Sarang Ruh” Pengantar KPM Picasso Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi) Puisi Rabindranath Tagore Rakai Lukman Raudal Tanjung Banua Rengga AP Resensi Robin Al Kautsar Sabrank Suparno Sajak Sampul Buku Saut Situmorang SelaSastra Boenga Ketjil Self Portrait Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sunu Wasono Surat Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tosa Poetra Trilogi Kesadaran Universitas Jember Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Yona Primadesi Yuval Noah Harari