6.08.2011

Puisi Raudal Tanjung Banua

TANAH TAMBAK
untuk sahabat Nurel

Hamparan tanah dan air segala tampak:
Gubuk-gubuk ngantuk dengan dermaga kayu
menunggu perahu yang tidak selalu tiba.
Turbin mesin berputar sepanjang waktu
tapi bukan kincir angin menghiburmu.
Padi dan ikan-ikan berulangkali panen
di luar musim. Capung-capung terbakar
di udara panas bergaram. Sebuah tempat
dinamakan pasar pagi karena tutup
sebelum matahari menuntut lebih banyak lagi.
Dan lalat-lalat berpesta di gelas-piring warung makan
langganan suap setiap orang. Air payau
menguap diam-diam tanpa jadi energi, garam atau hujan
kecuali janji meluap dimusim dekat nanti
mengapungkan rumah-rumah papan
yang bergerak tanpa tarian.

Sungguh terasa asing:
Kalau ini laut, aku tidak melihat karang
Kalau kebun dan sawah, jauh dari pematang
Air bukan sekadar kolam karena semua yang kupandang
seperti lautan impian. Di atasnya nelayan-nelayan
bercaping pandan berlayar menjaring kilau sisik harapan
Petani-petani setengah riang menyandang cangkul
bersiap dan berharap bulir ketam di hampa tangan
Para tengkulak datang dan pergi
membuat jalur sendiri di atas air dan api:
memanen tanpa menimbang, menimbang sebelum panen
Sementara di utara, sebuah tempat disebut kampung teroris
karena menyala oleh lebih banyak tuduhan,
maka sempurnalah keasingan.

Angin berhembus menembus pori-poriku yang kering
Seekor capung dengan sayap terbakar membuatku tengadah
memahami matahari: cahaya satu yang tak sama
mencintai seluruh sisi bumi. Seperti di sini, mulai kuhikmati
hamparan tanah dan air berbagi lebih dari yang tampak
di wajahmu yang letih.

/Lamongan-Yogya, 2006

Tidak ada komentar:

Label

A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi Adzka Haniina Al Barri Agama Para Bajingan Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Akhmad Taufiq Ali Topan Diantoko Asap Studio Asarpin Awalludin GD Mualif Balada-balada Takdir Terlalu Dini Ballads of Too Early Destiny Berita Berita Utama Catatan Catatan KPM Chamim Kohari Chicilia Risca Christian Zervos Dami N. Toda Darju Prasetya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dimas Arika Mihardja Dwi Cipta Dwi Pranoto Eka Budianta Esai Evan Ys Fahrudin Nasrulloh Fanani Rahman Fatah Anshori Fikri MS Gema Erika Nugroho Hadi Napster Hasnan Bachtiar Heri Listianto Herry Lamongan Hudan Hidayat Ignas Kleden Imam Nawawi Imamuddin SA Imron Tohari Inspiring Writer Inung AS Iskandar Noe Karya Lukisan: Andry Deblenk Kitab Para Malaikat Komunitas Deo Gratias Kritik Sastra Laksmi Shitaresmi Liza Wahyuninto Lukisan M.D. Atmaja Mahmud Jauhari Ali Maman S. Mahayana Marhalim Zaini Media: Crayon on Paper Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mh Zaelani Tammaka Mofik el-abrar Muhammad Rain Muhammad Yasir Noor H. Dee Noval Jubbek Nurel Javissyarqi PDS H.B. Jassin Pengantar antologi puisi tunggal “Sarang Ruh” Pengantar KPM Picasso Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi) Puisi Rabindranath Tagore Rakai Lukman Raudal Tanjung Banua Rengga AP Resensi Robin Al Kautsar Sabrank Suparno Sajak Sampul Buku Saut Situmorang SelaSastra Boenga Ketjil Self Portrait Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sony Prasetyotomo Sunu Wasono Surat Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Tosa Poetra Trilogi Kesadaran Universitas Jember Wawan Eko Yulianto Wawan Pinhole Yona Primadesi Yuval Noah Harari