Untuk Sebuah nama: Sonia Scientia Sacra
Robin Al Kautsar
I
Penyair memberi judul sebuah puisinya (antologi puisi?) dengan memunggah kata Kitab. Salah satu kata yang memiliki bentangan makna yang cukup lebar. Kitab bernuansa sebagai kitab suci, kitab keagamaan, kitab wejangan / pedoman hidup yang harus disikapi takzim (walau belum pernah membacanya sekalipun) karena isinya menunjukkan kesucian dan kebesaran yang harus diperjuangkan dan kita tuju. Sementara di sisi lain ada sebuah kitab yang tidak kalah serius, seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), namun sering dicibir orang dengan “Kasih Uang Habis Perkara.”
Judul Kitab Para Malaikat sering menggoda saya untuk menghubungkan dengan Al-Kitab Perjanjian Lama yang di dalamnya memuat judul-judul: Kitab Hakim-Hakim, Kitab Para Raja, Kitab Para Pengkhotbah. Tetapi tidak sampai di situ, Kitab Para Malaikat juga memiliki bagian yang bernama Surat Kepada Gerilyawan yang ditulis oleh orang lain, sama seperti Al-Kitab Perjanjian baru yang memiliki bagian yang bernama Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, Surat Paulus kepada Jemaat di Galatia, Surat Paulus kepada jemaat di Efesus dan lain-lain yang juga ditulis orang lain (Paulus).
Judul itu juga mengingatkan saya pada masterpiece Iqbal yang berjudul Javid Nama (Kitab Keabadian) yang mendeskripsikan semacam mikrajnya Penyair Iqbal ke dunia lain dengan dibimbing oleh Mursyid Jalaluddin Rumi.
Apakah kemiripan judul dengan dua kitab tersebut Kitab Para Malaikat ingin menjadi “sastra serius,” “sastra profetik” atau “sastra sufi” yang berpretensi menyodorkan “posisi yang tegas” yang setelah menegasikan kebobrokan manusia kemudian menunjukkan jalan kebenaran atau paling tidak sesuatu yang paling penting secara moral kepada masyarakat luas? Mari kita kaji Kitab ini bersama-sama.
Di depan pintu kitab ini saya diminta untuk percaya bahwa kitab ini merupakan kumpulan puisi (antologi puisi). Tetapi setelah melongok kitab ini sekilas yang penuh dengan panorama judul dan bait puisi secara masif, saya memutuskan untuk menyikapinya sebagai satu puisi panjang, dan bukan antologi puisi, sebagaimana Al- Kitab, Javid Nama serta serat-serat dalam sastra Jawa. Walaupun sayang penomoran dengan angka romawi sangat mengganggu penikmatan saya. Penomoran tersebut walaupun tampak seperti epigon dari kitab suci, justru sangat mengotori layar kesadaran pembaca.
Di depan pintu kitab ini saya sangat bertanya-tanya dengan nama-nama besar filsuf, matematikus, ahli bahasa, kritikus sastra, sufi serta penyair, yang anehnya terakhir justru bukan nama orang, tapi nama sebuah isme. Apakah maksudnya ini? Apakah penyair tidak nyaman hanya sebagai penyair, sehingga harus memperluas identitasnya (kebanyakan mereka ahli fikir)? Atau sekedar kegenitan belaka bahwa penyair sangat onsesif untuk punya nama besar? Sebenarnya saya malu mempertanyakan ini. Tapi saya kira ini penting karena jerawat runyam itu terpampang mencolok di pusat wajah. Maafkan saya.
II
Sebagai sebuah kitab mula-mula terbayang bahwa kitab ini akan berisi gambaran zaman terbaru dari makluk terkutuk (Iblis, Kafir, Musyrik, Kapitalis, Nihilis, Liberalis, Hedonis) di satu sisi dan makluk beriman (pengusung wahyu yang kini tidak begitu laku) di sisi lain, yang saling berhadap-hadapan (walaupun tidak mungkin hitam putih), dan Tuhan menguji masing-masing mereka dalam situasi yang berbeda secara saingnifikan dengan masa yang sudah-susah. Tetapi perkiraan saya meleset. Saya tidak menemukan percikan api dari dua benda tajam yang berbenturan. Tidak. Justru penyair terlalu banyak bernyanyi tentang masa lampau dunia pesantren sorogan yang serba koheren, dengan idiom-idiom alam, sedang kita hidup di alam mikroelektronik-digital yang merayakan paradox dan dibayang-bayangi pemanasan global. Bahkan penyair sebenarnya lebih banyak menggumam dan menghindari pernyataan-pernyataan yang tegas-menyodok. Jadi saya tidak melihat sikap baru sebagai hasil dari penyingkapan baru. Perjalanan sang penyair yang diawali dengan bertengger di atas sayap malaikat tidak jelas mau ke masa depan yang mana, mau membawakan misi apa? Dan sayangnya perjalanan yang “menggetarkan” ini tidak didahului oleh doa yang syahdu ke hadirat Tuhan, kecuali sekadar sholawat pendek yang bernuansa agak menjaga jarak dengan Tuhan. Saya dari bawah kibasan sayap malaikat tidak bisa melihat “perbekalan unik” dan “senjata canggih” yang dibawa oleh sang penyair, kecuali butir-butir warisan sufi lama yang agak kusam.
Maafkan saya. Saya ingin melihat pergulatan sufi zaman ini, di mana kemiskinan dapat merontokkan mental masyarakat, termasuk kemiskinan para ulama dan pejabat. Saya harap bait ini bukanlah magnum opus sang penyair dalam menatap masa depan:
Sengaja mengunjungi masa silam
Puja keagungan di tengah pencarian kesejatian
…
…
Membasuh kaki-kaki kembara ke makam para wali
…
…
III
Di mata saya Nurel adalah calon penyair profetik atau sufi (santai saja, jangan dibaca terlalu serius) yang dapat kita harapkan di masa depan, karena energi juang yang dimilikinya sudah cukup terkenal dan dia juga adalah sosok “penyair pejalan jauh” yang punya nafas panjang dan istiqomah. Saya yakin karyanya yang akan datang benar-benar merupakan Kitab Para Manusia (Masa kini dan Masa Depan), karena kematangannya menyalam sampai ke inti manusia dan kemanusiaan. Manusia jelas lebih kompleks daripada Malaikat.
Ketika Baghdad dikepung oleh tentara Jengiz Khan, dan umat jatuh nyalinya. Justru seorang sufi buta turun ke pasar menyampaikan khotbah yang membakar.
Saya yakin Nurel akan mampu menunaikan tugas penyair sufi masa depan yang berani melakukan “perjalanan ke dalam” dan sekaligus “perjalanan keluar,” yang penuh dengan resiko.
Tugu, 5 Nop 09.
https://sastra-indonesia.com/2010/06/syarah-kitab-para-malaikat/
"Sebuah kata adalah perjuangan dan warna menjadikan nyawanya" (Nurel Javissyarqi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
Adzka Haniina Al Barri
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Akhmad Taufiq
Ali Topan Diantoko
Asap Studio
Asarpin
Awalludin GD Mualif
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Ballads of Too Early Destiny
Berita
Berita Utama
Catatan
Catatan KPM
Chamim Kohari
Chicilia Risca
Christian Zervos
Dami N. Toda
Darju Prasetya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dimas Arika Mihardja
Dwi Cipta
Dwi Pranoto
Eka Budianta
Esai
Evan Ys
Fahrudin Nasrulloh
Fanani Rahman
Fatah Anshori
Fikri MS
Gema Erika Nugroho
Hadi Napster
Hasnan Bachtiar
Heri Listianto
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Ignas Kleden
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Imron Tohari
Inspiring Writer
Inung AS
Iskandar Noe
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kitab Para Malaikat
Komunitas Deo Gratias
Kritik Sastra
Laksmi Shitaresmi
Liza Wahyuninto
Lukisan
M.D. Atmaja
Mahmud Jauhari Ali
Maman S. Mahayana
Marhalim Zaini
Media: Crayon on Paper
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mh Zaelani Tammaka
Mofik el-abrar
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Nurel Javissyarqi
PDS H.B. Jassin
Pengantar antologi puisi tunggal “Sarang Ruh”
Pengantar KPM
Picasso
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Puisi
Rabindranath Tagore
Rakai Lukman
Raudal Tanjung Banua
Rengga AP
Resensi
Robin Al Kautsar
Sabrank Suparno
Sajak
Sampul Buku
Saut Situmorang
SelaSastra Boenga Ketjil
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Sony Prasetyotomo
Sunu Wasono
Surat
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Tarmuzie
Taufiq Wr. Hidayat
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Tosa Poetra
Trilogi Kesadaran
Universitas Jember
Wawan Eko Yulianto
Wawan Pinhole
Yona Primadesi
Yuval Noah Harari
Isi Buku Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Isi Kandungan Buku MTJKSCB
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Isi Kandungan Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar