(Catatan Kenangan Perjalanan)
Denny Mizhar
http://www.sastra-indonesia.com/
Udara panas kota Lamongan membuat gerah, waktu itu tak ada alasan untuk tidak berjumpa dengannya. Saya hubungi lewat hand phone, memastikan keberadaannya. Saya baru pertama kali jumpa dengannya waktu dia berkunjung ke kota rantau saya untuk membincang bukunya Kitab Para Malaikat kira-kira tahun 2008-an.
Sungguh buku kumpulan puisi yang tak biasa bagiku, bukan saja aku yang berkata demikian. Sehabis acara tersebut, saya tunjukkan pada kawan. Lalu bertanya padaku “Apa ini puisi?” aku jawab “Ya, ini puisi, lihat saja tertulis antologi puisi pada caver depan.” Begitulah awal perjumpaanku dengan pengelana dari Kendal Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim.
Saya yang baru saja memasuki dunia kata-kata (penulisan) khusunya puisi, ingin sekali berkunjung kerumahnya. Setelah saya pastikan ada dirumahnya. Motor saya pacu menuju kediamannya. Saya disambut hangat olehnya. Dan kita berbincang-bincang tentang kepenulisan, dia mengeluarkan buku-buku yang pernah di terbitkan stensilan, juga yang sudah di cetak dengan bagus. Saya terkesima dengan prosesnya. Kita berbicara kesana kemari, lalu dia masuk kedalam rumahnya. Rupanya mengambil buku yang isinya puisi di tulisnya dengan mesin ketik dan tebal sekali. Dia rekatkan dengan lem puisi-puisinya di buku tulis yang tebal sekali. Dalam hatiku ketika tulisan menggunakan mesin ketik tentunya sudah lama sekali.
Sehabis kita berbincang tentang buku-bukunya, lalu kita lanjutkan mengenai web yang di kelolanya yakni Sastra-Indonesia.com. Saya mengikuti perkembangan web ini juga blog-blognya sebagai pasukan jemari ujarnya. Sungguh kegigihan untuk berjuang mengenai kesusastraan. Aku selalu berdo’a untuknya agar kerjanya tak perna sia-sia dan berguna untuk Indonesia khusunya dunia sastra.
Tidak hanya sekali itu kami berjumpa, setiap pulang ke kampung halaman saya usahan untuk mengunjunginya. saya berharap ada motivasi-motivasi yang selalu disulutkan. Sebab saya masih sering terlena mendiami kemalasan untuk berusaha lebih baik. Dan dia selalu mendorong saya untuk lebih baik dan ulet untuk menulis khususnya puisi. Tak pernah aku dapat pelajaran yang berharga ini dari seorang yang benar-benar total di dunia kesussatraan, itu pandangan saya sebab saya belum tahu banyak tentang dunia sastra hanya orang-orang penulis satra di malang. Tempat saya kuliah dan bekerja.
Tak habis berpikir tanpa bantuan siapa-siapa dia mengelola web yang tampilan dan segalanya dia pesan pada temannya untuk di buatkan dan dia tinggal memposting tulisan-tulsannya juga tulisan-tulisan yang ia suntuki di halaman-halaman web koran, blog-blog punya penulis-penulis lainya atau buku-buku yang sudah lama. Ruang kerjanya adalah rumah dan tempat-tempat dimana dia singgah waktu itu.
Untuk kesekian kalinya, saya berkunjung kerumahnya. Saya temui di ruang kerja rumahnya. Yakni dalam toko kelontong di antara tumpukan-tumpukan barang jualannya dia membuat kolong yang bisa di tempati untuk tiduran dan menulis, sambil menjaga tokonya, kalau ada orang beli dia melayani.
Segalahnya daya dia berupaya untuk benar-benar masuk, berdiam dan bergerak dalam dunia kesusastraan. Tidak pernah mempertimbangkan untung dan rugi secara materi yang dia lakukan. Saya melihatnya adalah upaya-upaya membuat karyanya lebih baik dan terus baik. Bahan bakunya dalam menuangkan karya puisi dan karya tulisnya, dia membongkar-bongkar buku-buku lama yang isinya belum tentu sastra tetapi refrensi-refrensi lain yang menunjang baginya.
Begitulah kamera saya membidik sang pengelana Nurel Javissyarqi. Pengelana asal Kendal Kemlagi, desa yang jauh dari pusat kota Lamongan bahkan tranportasi umum jarang lewat. Tentu banyak hal juga yang tak saya ketahui. Tulisan ini saya buat, agar saya selalu terdorong akan kesemangatannya, ketotalannya, juga karya-karyanya banyak memberi pengetahuan bagi saya.
Malang-Lamongan, 2009
Denny Mizhar
http://www.sastra-indonesia.com/
Udara panas kota Lamongan membuat gerah, waktu itu tak ada alasan untuk tidak berjumpa dengannya. Saya hubungi lewat hand phone, memastikan keberadaannya. Saya baru pertama kali jumpa dengannya waktu dia berkunjung ke kota rantau saya untuk membincang bukunya Kitab Para Malaikat kira-kira tahun 2008-an.
Sungguh buku kumpulan puisi yang tak biasa bagiku, bukan saja aku yang berkata demikian. Sehabis acara tersebut, saya tunjukkan pada kawan. Lalu bertanya padaku “Apa ini puisi?” aku jawab “Ya, ini puisi, lihat saja tertulis antologi puisi pada caver depan.” Begitulah awal perjumpaanku dengan pengelana dari Kendal Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim.
Saya yang baru saja memasuki dunia kata-kata (penulisan) khusunya puisi, ingin sekali berkunjung kerumahnya. Setelah saya pastikan ada dirumahnya. Motor saya pacu menuju kediamannya. Saya disambut hangat olehnya. Dan kita berbincang-bincang tentang kepenulisan, dia mengeluarkan buku-buku yang pernah di terbitkan stensilan, juga yang sudah di cetak dengan bagus. Saya terkesima dengan prosesnya. Kita berbicara kesana kemari, lalu dia masuk kedalam rumahnya. Rupanya mengambil buku yang isinya puisi di tulisnya dengan mesin ketik dan tebal sekali. Dia rekatkan dengan lem puisi-puisinya di buku tulis yang tebal sekali. Dalam hatiku ketika tulisan menggunakan mesin ketik tentunya sudah lama sekali.
Sehabis kita berbincang tentang buku-bukunya, lalu kita lanjutkan mengenai web yang di kelolanya yakni Sastra-Indonesia.com. Saya mengikuti perkembangan web ini juga blog-blognya sebagai pasukan jemari ujarnya. Sungguh kegigihan untuk berjuang mengenai kesusastraan. Aku selalu berdo’a untuknya agar kerjanya tak perna sia-sia dan berguna untuk Indonesia khusunya dunia sastra.
Tidak hanya sekali itu kami berjumpa, setiap pulang ke kampung halaman saya usahan untuk mengunjunginya. saya berharap ada motivasi-motivasi yang selalu disulutkan. Sebab saya masih sering terlena mendiami kemalasan untuk berusaha lebih baik. Dan dia selalu mendorong saya untuk lebih baik dan ulet untuk menulis khususnya puisi. Tak pernah aku dapat pelajaran yang berharga ini dari seorang yang benar-benar total di dunia kesussatraan, itu pandangan saya sebab saya belum tahu banyak tentang dunia sastra hanya orang-orang penulis satra di malang. Tempat saya kuliah dan bekerja.
Tak habis berpikir tanpa bantuan siapa-siapa dia mengelola web yang tampilan dan segalanya dia pesan pada temannya untuk di buatkan dan dia tinggal memposting tulisan-tulsannya juga tulisan-tulisan yang ia suntuki di halaman-halaman web koran, blog-blog punya penulis-penulis lainya atau buku-buku yang sudah lama. Ruang kerjanya adalah rumah dan tempat-tempat dimana dia singgah waktu itu.
Untuk kesekian kalinya, saya berkunjung kerumahnya. Saya temui di ruang kerja rumahnya. Yakni dalam toko kelontong di antara tumpukan-tumpukan barang jualannya dia membuat kolong yang bisa di tempati untuk tiduran dan menulis, sambil menjaga tokonya, kalau ada orang beli dia melayani.
Segalahnya daya dia berupaya untuk benar-benar masuk, berdiam dan bergerak dalam dunia kesusastraan. Tidak pernah mempertimbangkan untung dan rugi secara materi yang dia lakukan. Saya melihatnya adalah upaya-upaya membuat karyanya lebih baik dan terus baik. Bahan bakunya dalam menuangkan karya puisi dan karya tulisnya, dia membongkar-bongkar buku-buku lama yang isinya belum tentu sastra tetapi refrensi-refrensi lain yang menunjang baginya.
Begitulah kamera saya membidik sang pengelana Nurel Javissyarqi. Pengelana asal Kendal Kemlagi, desa yang jauh dari pusat kota Lamongan bahkan tranportasi umum jarang lewat. Tentu banyak hal juga yang tak saya ketahui. Tulisan ini saya buat, agar saya selalu terdorong akan kesemangatannya, ketotalannya, juga karya-karyanya banyak memberi pengetahuan bagi saya.
Malang-Lamongan, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar